Abadilah Kata-Kata



 Kebenaran akan terus hidup,

Kebenaran tak kan pernah mati…

Ia akan tetap ada, Dan berlipat ganda…!

Begitulah bunyi syair Wiji Thukul yang didengungkan secara berulang-ulang oleh anak kandungnya, Fajar Merah. Wiji Thukul adalah simbol dan nafas keabadian kata-kata. Ia akan terus hidup dalam sejarah dan akan terus dibaca oleh generasi-generasi kita. Dengan kata-kata, ia dapat menyampaikan kebenaran meski pahit yang diperolehnya. Maqom atau derajat Wiji Thukul sebagai penyair sudah melampaui kelas-kelas dan struktur sosial, sehingga dia bisa berbicara mewakili suara korban yang tertindas. Penyair mempunyai tugas menyampaikan suara-suara yang terkecilkan, yang dibungkam, seperti jeritan hati dan kegelisahan rakyat.

Menganalisis estetika puisi Wiji Tukul yaitu beliau ketika menulis puisi tidak pernah terjebak pada upaya memperindah bahasa, justru yang ia tuliskan adalah kata-kata yang sederhana dan mudah dipahami. Meskipun begitu, secara teoritisi maupun praksis begitu berisi dan melekat kuat karakteristiknya. Ia terang-terangan menolak bahasa yang rumit, penuh delik, dan seni yang absurd. Puisi-puisi Wiji Thukul bisa dianalisis oleh ahli bahasa dan bisa dipahami oleh orang yang awam sekalipun. Ia sudah terbebas dari penjara kata-kata, menang dalam pertempuran kata, dan kembali pada masyarakat yang dicintainya dengan kreasi puisi yang dihasilkan.

Arus utama diskusi seni yang masih relevan hari ini yaitu bagaimana posisi seni untuk seni ? Hal itu tidak jelas jluntrungnya karena sama saja seni menghamba pada sebuah keabsurd-an non manusiawi. Seni harus mempunyai sisi keberpihakan dan idealisme atas apa yang ia bela. Wiji Thukul dan W.S. Rendra dengan lantang menyerukan bahwa penyair dan seniman jangan hanya berimajinasi tentang anggur dan rembulan sebagai gambaran keindahan semu. Akan tetapi, penyair dan seniman harus hadir dan membersamai masyarakat, membahas tentang kemanusiaan dan berpihak pada kemanusiaan. Bukan malah munafik dan mangkir dari kebenaran, alih-alih malah menggunakan ilmunya untuk mengkibuli rakyat dan mengkorupsi kebenaran. Perilaku dan kata-kata yang kita torehkan haruslah menyejarah, artinya memberi daya perubahan di bumi ini.

Kebudayaan hari ini akan diwariskan dan diceritakan dari generasi ke generasi. Bagaimana kita melahirkan kebudayaan yang tidak terreduksi, kebudayaan yang unggul, yang bisa menjadi suritauladan bagi generasi masa depan. Mulai dari diri kita sendiri dan apa yang dilakukan hendaknya bisa menjadi suritauladan bagi orang lain sekecil-kecilnya. Sudah saatnya kita meng-create budaya luhur.

Seseorang yang sudah terbebas dari persoalan kesehariannya, akan berpikir secara holistik mengenai kehidupannya, tujuan fundamental hidupnya hingga ia meninggal nantinya. Ia akan digantikan oleh generasi yang lain. Oleh karena itu ia akan berusaha untuk terhubung dan berbicara dengan generasi sesudahnya melalui karya ataupun program yang dibuatnya. Ia ingin mengkomunikasikan suatu pesan, keberadaanya ingin diketahui bahwa ia pernah hidup dan tinggal di situ. Ia ingin meng-create kebudayaan yang luhur dan puncak pencapaian manusia seluruhnya. Sehingga, nilai-nilai keluhuran ini akan terus diwariskan dari generasi ke generasi.

Kita tidak pernah mati. Yang meninggal hanyalah jasad kita, tetapi pemikiran kita akan terus hidup dan dikenang oleh bangsa. Spirit dan ugahari kita akan terus diwariskan.

Kirim Inbox ke Admin

Kirim