Obat Malas Gen Z: Resep Ampuh Membangkitkan Semangat


Penulis : Nugi Wardana

 

Pernahkah Anda merasakan malas yang begitu mendalam sehingga kasur tampak lebih menggoda daripada segalanya? Bukan, ini bukan kemalasan biasa. Ini adalah level master, yang hanya dikuasai oleh para ninja Gen Z. Ya, generasi yang katanya paling cepat beradaptasi dengan teknologi, tapi juga juara dalam urusan menunda pekerjaan. Kalau kemalasan adalah olahraga, Gen Z pasti sudah memenangkan medali emas di Olimpiade.

 

Tapi tenang, sebelum kita terlalu jauh larut dalam lelap kemalasan, mari kita bahas masalah ini secara serius—tapi dengan sentuhan humor dan sedikit filosofi.

 

The Art of Doing Nothing

Ada satu teori dalam filsafat bernama wu wei dari ajaran Taoisme. Dalam bahasa sederhana, wu wei artinya "tidak melakukan apa-apa." Sebenarnya konsep ini dalam dan penuh kebijaksanaan—bahwa dengan tidak memaksakan diri, kita bisa mengalir bersama alam dan menemukan keseimbangan. Namun, sayangnya, interpretasi Gen Z atas wu wei kadang sedikit... salah kaprah.

 

Bagi sebagian Gen Z, wu wei berarti menunda deadline sampai lima menit sebelum pengumpulan tugas. Puncak kebijaksanaan procrastination, istilah kerennya. Kalau sudah di titik ini, tubuh jadi seperti terprogram untuk menunda segalanya. Niatnya mau tidur siang sebentar, tapi tiba-tiba scroll TikTok dua jam. Lalu, apa solusinya?

 

Malas Itu Manusiawi, Tapi Jangan Sampai Jadi Hobi

Mari kita bicara dari sudut pandang psikologi. Otak kita dirancang untuk mencari hal-hal yang mudah dan menghindari hal-hal yang sulit. Ini karena otak ingin menghemat energi. Jadi, saat tugas menumpuk, otak kita seperti berkata, "Wah, capek nih, mending nonton video kucing dulu." Lalu, kucing itu berubah menjadi serangkaian video lucu lainnya hingga tanpa sadar waktu telah habis.

 

Namun, ada cara untuk mengakali otak yang licik ini. Salah satu trik dalam psikologi disebut chunking. Artinya, kita memecah pekerjaan besar menjadi tugas-tugas kecil yang lebih mudah dikerjakan. Ini seperti menipu otak dengan berkata, "Hei, tenang saja, kita cuma butuh lima menit untuk menyelesaikan satu bagian kecil ini." Dan, voila! Sebelum kita sadari, pekerjaan setengahnya sudah selesai. Otak kita merasa puas, dan energi malas pun berkurang.

 

 

Filosofi di Balik Kemalasan: Apakah Malas Itu Salah?

Jika kita lihat dari kacamata filsafat, kemalasan mungkin tidak seburuk itu. Aristotle berkata bahwa tujuan hidup manusia adalah mencapai kebahagiaan, atau eudaimonia. Tapi, kebahagiaan ini bukan hanya sekadar santai-santai di sofa. Aristotle percaya bahwa kebahagiaan sejati datang dari pencapaian dan aktualisasi diri.

 

Jadi, apakah dengan bermalas-malasan kita sedang mencari kebahagiaan? Mungkin, tapi kebahagiaan yang kita kejar di sini hanyalah kenikmatan sesaat. Kesenangan yang datang dari tidak melakukan apa-apa bukanlah eudaimonia yang dimaksud Aristotle. Kebahagiaan sejati datang dari perjuangan, dari mengatasi rintangan—termasuk rintangan terbesar kita, yaitu kemalasan itu sendiri.

 

Resep Ampuh Melawan Kemalasan: Obatnya Ada Pada Diri Sendiri

Pada akhirnya, pertanyaan besar yang harus dijawab adalah: Bagaimana cara mengalahkan kemalasan ala Gen Z ini? Jawabannya sebenarnya sederhana tapi sulit dilakukan: temukan alasan yang lebih besar dari rasa malas itu sendiri. Jika kita bisa menemukan why kita, alasan kenapa kita harus bangkit dan melakukan sesuatu, maka malas pun akan kalah.

 

Coba bayangkan skenario ini: Anda punya tugas makalah yang harus dikumpulkan besok, tapi Netflix baru saja merilis serial favorit Anda. Dilema, bukan? Tapi bayangkan kalau di sisi lain ada sesuatu yang lebih penting dari serial itu—misalnya, keinginan untuk lulus dengan nilai bagus dan membanggakan orang tua. Ketika why ini lebih kuat, dorongan untuk menyelesaikan tugas pun akan muncul dengan sendirinya.

 

Atau, kalau mau sedikit ekstrem, cobalah metode fear-based motivation. Katakan pada diri sendiri, “Jika aku tidak menyelesaikan tugas ini sekarang, masa depanku akan berantakan!” Oke, mungkin ini sedikit drama, tapi kadang drama kecil adalah apa yang kita butuhkan untuk melawan rasa malas.

 

Penutup: Memeluk Kemalasan, Tapi Tidak Menyerah Padanya

Kesimpulannya, Gen Z mungkin telah menguasai seni kemalasan, tapi itu bukan akhir dari segalanya. Malas itu normal, manusiawi, dan kadang perlu untuk memberi jeda bagi diri sendiri. Namun, jangan biarkan kemalasan menjadi kebiasaan permanen. Seperti semua hal dalam hidup, yang penting adalah keseimbangan.

 

Jadi, kapan pun Anda merasa malas, ingatlah kata-kata bijak ini: “Bekerjalah seperti Anda membutuhkan uang, cintailah seperti Anda tidak pernah terluka, dan berlarilah dari rasa malas seperti dikejar deadline!”


Kirim Inbox ke Admin

Kirim